Menjelang awal Mei 2010, kita kembali dibungkam secara paksa oleh Kelompok Fundamentalis yang mengatasnamakan agama, FPI. Di mana FPI menyerbu, memporakporandakan dan membubarkan secara paksa Traning Hak Asasi Manusia bagi teman waria kita di Depok.
Pukul 10.30 saya membuka sebuah situs berita internet yang memasang foto dokumentasi kontes kecantikan waria dengan judul besar “Kontes Waria Dibubar Paksa Oleh FPI”, setelah mengkonfirmasikan berita ini pada teman-teman, saya mendapat penjelasan kalau sama sekali bukan “Kontes Kecantikan”, tapi sebuah traning HAM yang diadakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk para waria.
Lalu di MetroTv.com dan Indosiar, saya melihat cuplikan berita di mana FPI secara brutal memporakporandakan fasilitas hotel, mencaci maki, dan mengancam para waria. Tapi pihak kepolisian hanya DIAM, tidak mengambil tindakan tegas.
Hari berikutnya saya mencoba mencari berita ini di sebuah media cetak nasional, dan hanya menemukan berita ini terselip di pojokan kolom yang hanya 1/8 halaman, sedangkan di media cetak internasional The Jakarta Post memasangnya sebagai Head Line News yang diliput lebih dari ½ halaman depan mereka.
Dan hingga saat ini, di media elektronik maupun media cetak tidak ada sedikitpun saya temukan tentang tindak lanjut dari pihak kepolisian terhadap perbuatan kriminalisasi yang dilakukan FPI. Sebuah tindak kekerasan dengan ancaman yang dilakukan oleh sebuah kelompok terhadap sebuah Lembaga Hak Asasi Nasional yang mendapatkan ijin dari pihak setempat. Apa sebuah FPI mampu membuat sebuah Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi ompong? Bahkan mampu membuat sebuah peran media massa pun tak lepas dari gender?
Dalam Pembukaan UUD RI 1945, saya kutip “… membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social..”
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Selanjutnya, Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Dan ditindak lanjut dengan ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang telah disahkan melalui UU No. 7 Tahun 1984.
Pasal 28I
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dilihat dari sisi Hukum, maka tindakan kekerasan serta ancaman dari FPI adalah bertentangan dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia. Dan tindakan aparat negara juga tidak sesuai dengan fungsi seharusnya. Apa memang karena terikat dengan semua konstitusi ini maka FPI berperan sebagai pengubah konflik horizontal (Negara VS Masyarakat) menjadi konflik vertikal (Masyarakat VS Masyarakat)? Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Bubarkan FPI? Hahahahaha sekalian aja bubarin negara.. TIDAK! Kita yang harus lebih merapatkan barisan untuk membela dan mendapatkan hak-hak kita.
Tweets me : Vien_Tanjung
May 07, 2010
Gender, Media Massa, dan Hukum
2010-05-07T12:40:00+07:00
Vien
community|equality|vien|