October 19, 2008

Kasihan para butch


Image by lillycallin

Pemahamanku atas sebuah relasi aku anggap seperti orang kebanyakan. Sebuah relasi bagiku dituntut sebuah komitmen yang SALING dan hal ini berlaku untuk hal apapun. Komitman ini yang akan merekatkan kita sebagai pasangan tanpa harus mendorong siapa yang di depan, siapa yang belakangan. Aku mempercayai bahwa sebuah relasi yang dibangun dengan dasar kesetaraan akan membuahkan hasil yang membahagiakan. Menghargai pasangan kita sebagai manusia yang memiliki pikiran pun hati yang punya hak serta keinginan sehingga kita harus menghargai apa yang dimilikinya begitupun dia harus menghargai apa yang kita miliki. Itulah saling di mataku dan aku berusaha menjalankan hal tersebut dengan pasanganku hingga saat ini.

Aku dengan pasanganku baru menjalani relasi kami belumlah lama untuk sebuah hitungan waktu, 7 bulan, namun bagi kami yang menjalaninya banyak hal yang telah kami alami, kami bagi hingga kami utuh menjadi kami saat ini. Saat pertama kali menjalani relasi dengan pasanganku saat ini ada beberapa hal yang menarik yang aku alami. Aku selalu mendeskripsikan diriku adalah perempuan yang mencintai perempuan tanpa menggunakan label apapun. Pemahamanku atas sebuah label mungkin memang berbeda karena buat aku pribadi sebuah label adalah sebuah kotak dimana hal tersebut akan membuat kita terkurung dalam ruang tersebut tanpa bisa mengekspresikan diri kita. Pelabelan buat aku seringkali dipergunakan kebanyakan orang untuk mendominasi label yang lain, jadi cukuplah buat aku bahwa aku adalah perempuan yang mencintai perempuan. Nah, lalu apa yang menarik? Pada awalnya pasanganku masih mengenakan label yang dia lekatkan pada dirinya mungkin karena statement aku yang memberikan pandangan yang berneda pada dirinya dan kebetulan masuk dalam logikanya, jadilah dia mengikuti prinsip yang aku pegang bahwa kami adalah perenpuan yang jatuh cinta pada perempuan. Lalu apa hal itu mengubah semuanya? Belum, kawan… perubahan itu bukanlah suatu proses yang instant, sebuah prinsip yang baru kita pegang bukanlah satu hal yang mudah diterapkan, ada saat-saat pasanganku masih mengenakan labelnya saat bersikap padaku tapi pemahaman demi pemahaman aku bongkar bersama-sama dengan dia sehingga dia mulai paham apa yang aku maksud dengan relasi yang setara.

Ada satu hal yang menarik sebetulnya yang khusus akan aku lupas dalam tulisan ini dan kebetulan berhubungan dengan isu label. Hal ini berawal dengan hal yang kami alami saat kami pertama kali make love (aku menyukai kata ini karena maknanya dalam bahwa hal itu dibangun dengan sesuatu yang namanya cinta jadi buat aku hal tersebut dalam maknanya). Saat itu tanpa sadar pasanganku menggunakan labelnya tanpa dia sadari katakanlah dia memunculkan sisi butchi-nya yang berusaha memuaskan pasangannya tanpa mengindahkan dirinya pokoknya pasanganku puas dan aku berhasil memuaskan pasanganku, hanya sampai situ. Lalu, kami membahas hal tersebut setelah selesai (hahaha… terkadang kami mendiskusikan sesuatu setelah bercinta :p). Aku mempertanyakan kenapa dia begitu jaim, begitu menjaga dirinya saat bercinta, dia bilang karena dia ingin memuaskan aku, aku hanya tersenyum dan dengan tenang aku bilang wah butchi-butchi kaya gitu ya tapi kok aku pikir kasian banget ya mereka, pasangannya puas tapi dia ga dapet apa-apa, rugi banget! Dia terkejut. Ya, buat aku dalam bercinta pun saling itu harus diterapkan, ngapain jaim bahwa aku mampu memuaskan dan aku nanti aja (dengan wajah bangga bahwa berhasil memuaskan) tapi itu sebetulnya sebuah kebodohan buatku karena bercinta adalah sebuah kenikmatan apalagi bila kita bisa saling memuaskan tanpa harus membatasi dengan yang namanya label. Setelah kejadian tersebut pasanganku mulai membuka dirinya, mulai melepaskan stigma label yang pernah disandangnya. Dia berusaha melepaskan ego butchi-ini bahasaku :p. Kami mulai saling, melepaskan kasih sayang kami lewat persenyawaan kami yang begitu indah karena kami sama-sama utuh saling membagi dan melebur utuh. Tak perlu khawatir siapa duluan yang dapat, siapa yang lepas baju duluan toh kami ini satu dan kami satukan dalam persenyawaan kami.

Perbincangan ini tak berakhir di sini, dalam benakku masih berputar seribu tanda tanya kenapa butchi-butchi begitu enggan melepaskan dirinya saat bercinta, begitu mendominasi apakah ingin memunculkan sosok dominasi (dalam hal ini aku asosiasikan dengan laki-laki)? Ini masih terus menjadi tanya dan juga terselip rasa kasihan karena label tersebut membuat mereka tak bisa menikmati yang seharusnya berhak mereka nikmati. Kasihan para butch.

4 Comments:

Ar said...

kenapa?

karena sentuhan di 'situ', atau di 'situ', membrikan sensasi wanita..rasanya seperti menjadi Wanita.bukan lagi laki2. jauh.jauh. jauh dari persoalan ego atau hanya ingin memuaskan pasangannya saja,lalu berbangga kalau pasangannya bisa dapet.
bukan dimana2 kok. point nya cuma disitu. wkqkqkqkq... rasanya emang seperti jadi banci saat bagian yang 'itu' di explore.hihihi..
mungkin ini menurutku saja ya..wakqkqkq..
apa aku butch? aku juga gak tahu. soalnya aku malah lebih 'gak tega' kalau membayangkan bercinta dengan permpuan. bener gak tega.tapi aku juga nggak doyan sama laki2.jadi ya..tau deh.
labelku? F.
Fristail, maksudnya.hihi..au ah gelap! :D.
gitaran saja,ngumpul sama temen2 kosan.ngopi hitam,ngrokok,begadang menghabiskan malam membicarakan permainan gitaris2 berskill maut,bersama teman2 laki2 yang juga men-sancipak-an hal2 beraroma cinta.:))

Momo said...

"..karena sentuhan di 'situ', atau di 'situ', membrikan sensasi wanita..rasanya seperti menjadi Wanita.bukan lagi laki2.."

kalo menurut saya, kalo itu alasannya, permasalahannya bukan lagi hanya tentang mau atau tidak disentuh tapi jadi merambah ke disorientasi gender :) ini harus diatasi satu persatu terlebih dahulu

Sinyo said...

Wuahhhh! Bener tuh, Momo! namanya perempuan (apapun labelnya) tetap butuh yg namanya sentuhan, kasih sayang dan cinta. Even dalam bercinta. Meskipun ada gaya yang tdk memungkinkan kedua2nya mencapai "O", tapi bisa bergantian. U turn and I turn.

Momo said...

@Sinyo - U turn? balik arah donk :D hahaha